Derita Honorer Pelalawan

Bagikan Artikel Ini:

Suaraburuhnews.com – Tenaga honorer menjadi sasaran empuk bagi pejabat Pelalawan. Mulai awal masuk kerja sampai berdinas tak lepas dari korban mereka.

Awal masuk sudah menjadi sasaran tembak. Disitulah transaksi terjadi. Kalaupun transaksi uang tidak terjadi, paling tidak mempunyai hubungan nipotisme, hubungan politik dengan calon. Atapun berlakunya surat sakti dari anggota dewan untuk menjobloskan tenaga honor masuk ke SKPD dengan bermacam-macam nilai sogokan.

Tak gampang menjadi honorer. Penerimaannya tertutup.
Yang tau hanya Dinas dan Dewan. Dinas atau badan yang usulkan penerimaannya, dewan yang mengesahkan. Kalau sudah ketuk palu APBD maka calon yang masuk secara diam-diam telah ada. Begitulh tradisi penerimaan tenaga bantu tersebut.

Baca Juga :  Siapa Beking PT MUP Berani Tolak Kewajiban Aturan PP 18/2021! Ini Penjelasan Samuel Kuasa Hukum 3 Janda Miskin Langgam

Tenaga honorer yang hampir berjumlah 3000 orang di Pelalawan ini bak makan buah simala kama. Diberhentikan beresiko, apa resikonya ketakutan kepala dinas atau badan. Karena yang memasukan kerja tenaga honor semuanya titipan. Kalau diberhentikan, maka tekanan politik sangat berat. Walau ada para honorer terkadang sudah sepantasnya diberhentikan. Terkadang berkerja tak disiplin, pengaruh narkoba dan lain-lainnya..

Menurut pengakuan para tenga honor yang tak mau disebutkan namanya, ada yang nyogok 15 juta dan ada yang sampai 30 juta. Tergantung penempatan dinasnya dan titipan siapa.

Baca Juga :  Formasi Riau Siap Prapid Kejati Bila Tiga Kasus Dugaan Korupsi Bupati Rohil Dihentikan Penyelidikannya

Setelah diterima berkerja, tenaga honor di Pelalawan diterpa masalah pula. Luput dari issu pengurangan jumlah yang berkerja sekarang gaji yang diterima kemungkinan besar dibawah UMK.

Sungguh perih nasib para tenaga honorer ini, seakan tak luput dari penderitaan. Bila musim politik tiba, para honorer menjadi sasaran politik. Ada yang diarahkan secara diam-diam dan ada yang mendukung terang-terangan. Lalu apa lagi yang menimpa deritamu ke depan wahai buruh?

Komentari Artikel Ini