KORUPSI BANTUAN SOSIAL SANGAT MELUKAI NURANI BANGSA

Bagikan Artikel Ini:

KORUPSI BANTUAN SOSIAL SANGAT MELUKAI NURANI BANGSA

Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH

KORUPSI manapun dan siapapun pelakunya senantiasa membawa dampak, dan secara langsung mengakibatkan rasa perih dalam nurani bangsa. Ungkapan umum ini
ibarat luka bak tersiram air cuka makanaka dilakukan oleh pejabat tinggi, selevel Menteri dan dilakukan saat negara dalam keadaan berduka. Duka karena virus korona tak kunjung mereda, dan ketika musibah silih berganti menimpa negeri.
Telalu Panjang jika dideret, intinya korupsi pada saat ini merupakan tindakan yang melawan perikemanusiaan. Hanya dilakukan dengan keberanian sangat tinggi untuk melawan kedukaan bangsa.

Dalam kalimat politis yang sejatinya bisa dinilai bersayap dinyatakan bahwa untuk penegak hukum diminta memberikan toleransi pada penanganan kasus korupsi. Artinya perlu dijaga suasana damai, dala rangka menjaga marwah kebangsaan, memghaapi orang orang jumawa yang melakukan korupsi itu. Tujuannya, agar tidak terjadi kegaduhan social, dan tidak mengganggu agenda politik dengan penyelenggaraan Pilkada 9 Desember 2020 ini. Demikian pula penangaan pandemic korona bisa terlaksana dengan tanpa hambatan dari sisi pelaksanaan dengan kasus korupsi.

Bahasa Ideologis

Dalam bahasa ideoloigis, sejatinya diinginkan agar seluruh perjalanan bangsa ini tidak bertentangan dengan ideologi Pancasila. Sistem diuat sedemikian rupa, para pejabat disaring sedemikian rupa, agar tidak terjadi penyimpangan hukum yang bertentangan dengan Pancasila. Demikian pula, jika ternyata telah terjadi korupsi hendaknya penanganan terhadap terjadinya kasus korupsi itu jangan sampai bertentangan dengan esensi Pancasila terutama sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Semua warganegara harus diperlakukan sama di depan hukum. Dalam hal ini jangan ada anak bangsa yang diperlakukan istimewa karena alasan ia sedang menghadapi masalah hukum.

Sejatinya, begitu korupsi di dua kementerian ini menyeruak, ada kekhawatiran jangan jangan terjadi pula dalam waktu dekat korupsi di departemen lain. Suatu perilaku yang melawan kebijakan negara yang dilakukan oleh pemerintah dengan
gagasan cemerlang dari berbagai pihak agar segera diwujudkan penguatan nilai nilai Pancasila. Aktualisasi nilai nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dianggap solusi tepat untuk memperkokoh moralitas bangsa. Bahkan pengajaran Pancasila di semua tingkat pendidikan di tanah air dianggap sangat penting untuk segera diaktualisasikan dalam upaya memperkokoh moralitas bangsa.

Semua pihak tentu sepakat segera diwujudkan penguatan nilai-nilai Pancasila untuk memperkuat moralitas bangsa. Demikian pula dengan ide cemerlang agar Pancasila jangan hanya permainan retorika, tapi harus diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian diharapkan penegakan hukum di tanah air haruslah berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai ada warganegara yang diistimewakan dari penegakan hukum karena alasan politik

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Persoalan utama yang dihadapi bangsa ini sesungguhnya adalah pada praktik korupsi yang semakin menggila dan tidak ada lagi rasa malu bagi pelakunya. Korupsi yang merampok uang rakyat pun dilakukan secara massif terstruktur dan professional. Praktik korupsi dan perlawanan para koruptor sungguh semakin luar biasa dan inilah sesungguhnya musuh nyata Pancasila.

Praktik korupsi itu sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Korupsi bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan hingga nilai-nilai keadilan sosial. Tak ada toleransi kepada perilaku korup, dan karena itu layak dijatuhi hukuman maksimal bagi para pelakunya. Tak ada alasan pemaaaf apalagi dilakukan pada tingkatan kementerian yang sejatinya diproteksi dengan sistem pengawasan yang
sangat ketat.

Jangan ada Toleransi

Berbagai tindakan yang menghambat gerakan pemberantasan korupsi di negara ini, dari waktu ke waktu terus muncul dalam berbagai bentuk. Bahkan untuk pemberantasannya pun KPK sering mendapat serangan, mulai dari bentuk halus (imbauan) hingga dalam bentuk kasar (seperti penyiraman air keras pada Novel Baswedan). Termasuk upaya pelemahan yang secara tresistem melalui berbagai cara terus dilakukan.

Di tengah penderitaan rakyat, karena kejahatan korupsi, masih ada saja
kelompok yang ingin memberi toleransi pada koruptor yang sangat melukai hati rakyat. Padahal kejahatan yang dilakukan para koruptor luar biasa dampak penderitaannya bagi rakyat. Koruptor tidak sedikitpun merasa berdosa terhadap rakyat atas tindakan serakah yang mereka lakukan. Sungguh betapa rusaknya peradaban suatu bangsa manakala rasa malu sudah tercabut dari diri setiap orang.
Kita begitu sering bicara tentang nilai-nilai Pancasila untuk kesejahteraan dan keadilan sosial, namun Pancasila baru sebatas retorika yang belum teraktualisasikan dalam kehidupan nyata.

Sekaitan dengan ini, diibaratkan bahwa kebenaran adalah jerit kerinduan
semua orang, namun permainan bagi segelintir orang. Bahwa mekanisme
kepemimpinan kita tengah berada di suatu persimpangan yang minus akan nilai moralitas. Pemimpin pada umumnya adalah orang yang dipercayakan untuk memimpin suatu kelompok masyarakat. Sebab itu pemimpin adalah titik utama atau
tokoh sentral bagi masyarakat. Kepemimpinan sejatinya adalah proses atau rangkaian kegiatan yang saling berhubungan satu dengan yang lain, sekaligus merupakan seni mengatur kesejahteraan, keadilan dan kedamaian bersama. Seni mengatur kesejahteraan sama halnya dengan suatu proses kinerja yang benar-benar menyentuh sekaligus membahagiakan kehidupan universal. Hal ini sangat penting
bagi seorang pemimpin. Untuk mencapai titik ini maka seorang pemimpin harus benar-benar bijak.

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Sekaitan dengan hal di atas, moralitas adalah ukuran dari kebaikan dan
kebenaran. Setiap kebenaran selalu berpangkal pada moral. Moral adalah kata hati, suara hati, perasaan sekaligus merupakan suatu prinsip yang apriori dan absolut. Moral sejatinya adalah kata hati. Kata hati merupakan suatu categorical imperative, perintah tanpa syarat yang ada di dalam kesadaran manusia. Kata hati itu pemerintah. Perintah itu ialah perintah untuk berbuat sesuai dengan keinginan universal, yaitu suatu hukum kewajaran. Hukum kewajaran itu adalah keadilan dan kesejahteraan universal. Sebab itu, pada titik ini perlu diketahui bahwa kata hati adalah keberadaan kebenaran dan kebaikan yang paling hakiki.

Di dalam mekanisme kepemimpinan kita tampak jelas bahwa, pemimpin kita tengah berada di suatu persimpangan yang benar-benar minus akan nilai moralitas. Kita tahu bahwa pejabat-pejabat kita, baik di daerah maupun di Pusat memanipulasi diri denga sebingkai citra, yang membungkus perilaku krupsi sehinghga terjadinya korupsi itu terus merajalela. Hal ini semakin jelas kita lihat di sini bahwa terjadi sebuah anomali relasi kekuasaan antara ‘pejabat’ dan rakyat jelata.

Realitas ini terkesan tidak masuk akal. Akan tetapi, nyatanya melukai nurani
publik, lantaran prinsip-prinsip demokrasi seperti kesamaan, keadilan, kesejahteraan umum, rasionalitas dan kebebasan dikangkangi. Fenomena ini terlihat semakin jelas dengan merebaknya pandemi korona . Kita lihat kasat mata, di tengah situasi yang miris dan sulit, terjadi mekanisme persekongkolan dan korupsi yang tak terhindari.

Korupsi ini benar benar melukai nurani bangsa. Oleh karena itu, sekali lagi
pelakunya harus dijatuhi pidana seberat beratnya, sebagai harga yang harus dibayar untuk perlakuan terhadap masyarakat bangsa Indonesia. Korupsi ini secara universal juga melukai nurani kemanusiaan, dan seharusnya tidak dilakukan dengan ukuran moralitas manapun. Bertentangan dengan prinsip moralitas universal, dan sangat memalukan. Sangat wajar dan layak pelakunya dijatuhi sanksi sesuai dengan kondisi pada kualifikasinya sebagai extra ordinary crime saat ini.***

Dr. H. Joni,SH.MH, Notaris, Pengurus Pusat INI (Ikatan Notaris Indonesia) Universitas Diponegoro, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Habaring Hurung Sampit Kalimantan Tengah.

 

Komentari Artikel Ini