‘Mamikek’ Puyuh di Lahan Teknopilitan

Bagikan Artikel Ini:

 

 

 

 

‘Mamikek’ Puyuh di Lahan Teknopilitan

Era 80 – an, ada seorang kakek di Kelurahan Langgam Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan propinsi Riau yang pekerjaanya ‘mamikek’ (baca: memikat-red) burung puyuh di lahan teknopolotan saat sekarang ini. Anak-anak waktu sangat senang dengan hasil tangkapan pikatan Pak tua itu.

Terkadang hasil pikatannya 2 sampai 3 ekor burung puyuh didapat setiap hari saat itu.

Anak-anak sangat senang dengan hasil pikatannya beliau itu. Anak – anak senang hanya untuk melihat saja. Karena hasil tangkapannya dimasukan ke dalam kandang berukuran satu meter. Anak-anak saat itu hanya sebatas melihat dan menonton hasil tangkapannya saja yang dipelihara dalam kandangnya itu.

Pak Tua itu kami sapa Tuk Moli. Diusianya 70 tahunan dia tutup usia. Ditahun 90 – an dia meninggal dunia karena penyakit sasak napas.

Di kawasan teknopolitan itu almarhum menjadikan lokasi itu sebagai tempat ‘mamikek’ puyuh. Karena kawasan itu cukup banyak burung puyuh dan sangat mudah didapat walau cukup jauh ditempuh dengan berjalan kaki.

Sekarang apa hendak dikata semua lahan di seputaran (imbo tanah bale eng) Rimba Tanah Berlereng itu dibabat yang digilas, diratakan yang katanya untuk kemajuan yang sampai hari ini tak maju-maju.

Pembabatan lahan di atas lahan ‘Tanah Garapan’ program Menteri Sosial tahun 1993. Lahan itu hak milik warga Kelurahan Langgam yang di bina dan dibantu Menteri Sosial RI, Nani Sudarsono.

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Dulu pemilik dan penerima bantuan rumah jatah sosial Kelurahan Langgam sebanyak 150 unit rumah sosial. Lokasi itu dijadikan lahan garapan yang diperuntukan Menteri Sosial bagi masyarakat Langgam yang menerima atau yang mendapat jatah rumah soaial dari Mensos era Orde baru itu. Program ini dimulai dari Menteri Sosial Pembangunan III kemudian dilanjutkan Mensos Pembangunan IV, Nani Sudarsono.

Masing- masing masyarakat Langgam yang penerima bantuan rumah sosial itu mendapat lahan seluas 2 hektar per KK. Sebanyak 300 hektar masyarakat Kelurahan Langgam memiliki lahan di kawasan teknopolitan.

Dalam program Mensos lahan seluas 300 hektar tersebut digunakan dan dimanfaatkan sebagai lahan perladangan untuk masyarakat Kelurahan Langgam.

Tahun berganti tahun, kondisi lahan kurang terawat. Kemudian di tahun 90 – an lahan ini dipola HTR – kan dengan PT. RAPP salama dua daur panen. Selama dua daur panen akasia tersebut masyarakat pemilik lahan tersebut mendapat bagi hasil setelah panen pohon akasia.

Saat ini ‘mamikek’ puyuh sudah disulap menjadi ‘mamikek’ pusat untuk memprogramkan segala program yang terkait dengan teknopolitan itu. Puyuh hutan atau puyuh belukar menjadi kelaparan, menjadi penonton. Sebagian menjadi puyuh ternak yang dikandangkan, sebagai puyuh pedaging dan puyuh petelor.

Lahan-lahan tak nyaman lagi untuk puyuh hutan dan puyuh belukar. Para ‘pamikek’ puyuh tak ada lagi lahan. Lahan- lahan sudah diambil alih oleh oknum yang menindas hak-hak masyarakat Kelurahan Langgam sebanyak150 KK. Konon kabarnya pemilik lahan garapan itu sudah terbit beribu lembar surat tanah atas nama oknum pejabat dan orang-orang dari luar Langgam.

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Lalu dimana hak masyarakat Langgam 150 KK sebagai pemilik lahan tanah garapan itu. Dan siapa yang memperjualbelikan tanah masyarakat itu.

Diatas lahan teknopolitan itu pemkab Pelalawan menjanjikan Polda Riau sudah dipikek dengan lahan untuk membangun Sekolah Polisi Negara (SPN). Korem Riau sudah pula dipikek dengan lahan kantor Koramil.

Bahkan makin hebatnya mamikek puyuh juga sampai ke Eropa. Puyuh eropa besar-besar dan berkualitas. Rasa dagingnya empuk dan renyah. Eropa jauh lebih maju ilmu mamikek puyuhnya dibandingkan dengan ilmu mamikek almarhum Tuk Moli.

Sungguh luar biasa ketika ilmu mamikek puyuh nenjadikan puyuh-puyuh hutan dan belukar mati kelaparan. Puyuh-puyuh Sewdia pun sudah terpikat untuk mengeroyok puyuh hutan dan puyuh belukar.

Kami selaku masyarakat awam tak tau apa-apa. Entah siapa yang ‘dipikek’ (dipikat-red) dan siapa yang kena ‘pikek’ (pikat-red). Yang kami tau adalah puyuh pamikek milik almarhum Tuk Moli.

Hari ini pun kami tak tau lagi puyuh belukar, puyuh hutan pergi entah kemana. Karena tak ada lagi tempat puyuh mencari makan. Dulu kami memberi makan puyuh belukar atau puyuh hutan dengan telur semut hitam yang bersarang di dalam tanah. Sekarang sarang semut hitam sudah tidak ada lagi karena tertimbun mega proyek teknopolitan.(sbnc/04).

 

Komentari Artikel Ini