SENYAPNYA SUARA OPOSISI DI MUSIM VIRUS KORONA

Bagikan Artikel Ini:

SENYAPNYA SUARA OPOSISI DI MUSIM VIRUS KORONA

Oleh

Dr. H. Joni,SH.MH

SECARA normatif Indonesia tidak mengenal oposisi. Tetapi mencermati
pada fungsi oposisi, yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah dalam mengelola negara, oposisi itu ada. Hanya namanya saja yang bukan
oposisi. Bentuk kontrol pemerintah dilakukan oleh kekuatan sosial politik,
khususnya yang tecermin pada Partai Politik (Parpol) yang senantiasa
mencermati kebijakan pemerintah dari sisi yang berbeda.

Pada peristiwa mewabahnya virus korona ini, posisi oposisi di tanah air
ada atau tidaknya suara oposisi ini menjadi pertanayaan . fungsi kontrol secara istitusi yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kontrol oleh DPR juga dipertanyakan. Namun karena proses yang ada di DPR melalui mekanisme yang panjang dan tidak sederhana, fungsi kontrol oleh oposisi khususnya di luar parlemen menjadi penting maknanya bagi penyeimbang terhadap kebijakan pemeritah.

Oposisi di Indonesia

Bahwa perdebatan mengenai ada tidaknya oposisi di Indonesia sudah lama berlau dengan kesimpulan bahwa istilah itu tidak ada namun fungsinya yang dalam perjalanan sejarah bangsa itu ada. Oposisi yang tergabung di dalam partai yang kalah dalam Pemilu, biasanya menjadi oposisi. Mereka senantiasa melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah dalam semua lapangan social kenegaraan. Pada perkembangan politik di Indonesia, khususnya pra Pemilu 2019 oposisi dan pemerintah melakukan fungsi masing – masing secara proporsional.

Kubu pemerintah yang diwakili oleh PDI Perjuangan dan kawan kawan,
menempatkan presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan dan melakukan berbagai kebijakan dalam mengelola negara.

Pada sisi lain, oposisi yang diwakili oleh Prabowo Subianto dari Partai
Gerindra dan kawan kawan dari partai yang tidak seiring dengan partai
pemerintah menjadi pihak yang senantiasa melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Dalam bahasa optimis yang mereka lakukan adalah bentuk keseimbangan terhadap kebijakan pemerintah sebagai bagian dari fungsi kontrol masyarakat terhadap berbagai kebijakan.

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Dalam bahasa sederhana dapat dinyatakan bahwa apapun kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mengelola negara senantiasa memperoleh pencermatan dari sisi lain. Konkretnya apapun kebijakan yang diambil oleh pemerintah senantiasa salah. Minmal ada sisi lain yang tidak terakomodasikan dalam kebijkan dimaksud.

Nyaris di semua sisi kebijakan, tak ada yang luput dari kritik dari pihak partai oposisi. Hal ini membawa efek positif yaitu pemerintah di dalam mengambil kebijakan cenderung berhati hati dan senantiasa melalui pertimbangan yang cermat, dengan mempertimbangkan berbagai sisi kritik yang dilontarkan pihak oposisi nantinya. Kebijakan di semua lini kehidupan, dari sisi sosial politik ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan dikelola dan meskipun tidak tertulis senantiasa mencermati apa yang menjadi kritik dari pihak oposisi ini.

Fungsi itulah yang dalam waktu yang lama, dan memuncak ketika Pilpres
yang menempatkan Prabowo sebagai pihak oposisi, sementara Jokowi sebagai pihak yag menerima alamat kritik dari pihak oposisi. Hal ini berakhir ketika Pilpres mendudukkan Jokowi sebagai pemenang.

Saat Wabah Virus Korona

Perkembangan berikutnya adalah ketika pembentukan kabinet. Sejarah
akan mencatat, oposisi yang dimotori oleh Prabowo kemudian ternyata
bergabung dalam kabinet Jokowo dan didaulat menduduki jabatan Menhan.
Otomatis perwakilan Prabowo sebagai pihak oposan pun luntur atau berakhir.
Sebagai bagian dari pemerintahan tentu saja kebijakan yang diambil sebagai seorang Menteri, harus searah dengan kebijakan presiden.

Kehilangan fungsi oposisi inilah yang kemudian menjadikan berbagai
kebijakan pemerintah bebas. Tak ada suara terhadap kebijakany yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Tepat atau tidak, hal itu secara formal tidak ada yang bisa bertindak sebagai kontroler atau sebagai fungsi penyeimbang terhadap jalannya pemerintahan dan kebijakan yang diambil.

Demikian juga pada musim musibah wabah virus korona ini. Ketika
presiden mengeluarkan Perppu, disusul dengan Peraturan Pemerintah dan Keputusan presiden tidak ada yang berbicara atau melakukan kritik. Pihak Prabowo yang selama ini gencar melakukan kritik yang dimaksudkan sebagai penyeimbang atau mencermati kebijakan dari perspektif yang berbeda, menjadi tiada. Pemerintah melakukan dan menggariskan kebijakan bersifat single.

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Memang ada kritikan yang disampaikan oleh person atau dari Lembaga Swadya Masyarakat (LSM). Namun suara itu hanya sayup dan belum tetu sampai ke presiden, sebab diakukan umumnya di media sosial. Kritik yang sejatinya
secara substansi sangat tepat namun karena tidak formal dan pelakunya kecil saja, suara kritik itu hilang ditelan sang waktu.

Pada perspektif fungsi kontrol oleh DPR terhadap kebijakan pemerintah
dalam mengelola wabah virus korona ini juga tidak terdengar. Tentunya akan ada seribu satu alasan, namun kepastiannya bahwa kebijakan pemerintah berlangsung searah tanpa kontrol dan pengawasan sebagai bagian dari fungsi yang melekat pada lembaga DPR seolah hilang.

Contoh soal, pada masalah penganggaran misalnya, apakah angka sekian trilyun yang dijadikan sebagai dasar untuk mengatasi kemungkinan kelaparan rakyat, tidak ada yang mengontrol. Lebih sensitif lagi, apakah penyalurannya sesuai atau tidak dengan rasa keadilan dan kemanusiaan, juga tidak terkontrol atau tidak ada suara yang menjadikan kebijakan tersebut sebagai sebuah kebijakan yang dicermati dari sisi berbeda.

Kondisi ini tentu menjdi kekhawatiran bersama dari rakyat Indonesia.
Perjalanan sejarah pemerintahan di dunia, senantiasa terbukti ketika
pemerintahan dikelola tanpa kontrol pasti akan muncul berbagai penyimpangan dalam pengelolaan negara. Hal ini bisa membangkrutkan negara dan menyengsarakan rakyat. Tentu kita tak mengharapan hal itu terjadi, oleh sebab itu dibutuhkan kekuatan pengontrol khususnya secara formal yang dilakukan oleh kekuatan rakyat melalui berbagai saluran dan kekuatan organisasi kemasyarakatan.***

Komentari Artikel Ini