Tolak Dana Aspirasi

Bagikan Artikel Ini:

Rapat paripurna DPR RI pada 23 Juni lalu menyetujui rancangan peraturan DPR tentang tata cara usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau biasa disebut dengan dana aspirasi.

DPR mengajukan anggaran UP2DP atau dana aspirasi itu bagi setiap anggota DPR RI sebesar Rp20 miliar atau totalnya mencapai Rp11,2 triliun untuk tahun 2016.

Pengajuan dana aspirasi itu disebutkan sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Pada pasal 72 UU itu menyebutkan serangkaian tugas DPR RI. Pada pasal 72 butir “g” UU itu, misalnya, berbunyi DPR bertugas menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Pada pasal 75 ayat (1) berbunyi “Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72, DPR memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara ayat (2) menyebutkan “Dalam menyusun program dan kegiatan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPR dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Presiden untuk dibahas bersama”.

Pada pasal 227 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2014 itu menyebutkan “Setiap anggota berhak mengawasi pelaksanaan APBN dan memperjuangkan kepentingan masyarakat, termasuk di daerah pemilihan”. Ayat (2) berbunyi “Untuk melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota DPR berhak mendapatkan dukungan administrasi keuangan dan pendampingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Namun pemerintah, sebagaimana disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, beranggapan bahwa pengajuan dana aspirasi itu tidak sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU ini menyebutkan bahwa sistem perencanaan pembangunan nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menjelaskan dana aspirasi berawal dari rapat konsultasi antara pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi. Ada lebih dari tiga kali rapat konsultasi antara pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi. Hasil rapat itu diumumkan pada rapat paripurna 17 Februari 2015. Kemudian rapat paripurna kedua memutuskan tentang struktur dari tim UP2DP, yang menunjuk Taufik Kurniawan sebagai Ketua Tim UP2DP. Sampai tahap ini semua fraksi setuju, tidak ada fraksi yang menolak, semua punya argumentasi dan DPR sifatnya hanya mengusulkan.

Ia menambahkan sejumlah fraksi menyatakan anggota DPR di Komisi I, III, dan XI tidak langsung bersinggungan dengan konstituen sedangkan di Komisi IV, V, dan VIII sangat dekat dengan masalah konstituen sehingga dimunculkan aspek keadilan dan pemerataan dan itu semua fraksi setuju.

Menurut dia, tidak ada paksaan untuk menggunakan dana aspirasi. Jika memang ada anggota yang tidak mau memanfaatkan dana itu bagi konstituennya, dipersilakan untuk tidak menggunakan haknya dan uang itu akan dikembalikan ke negara. “Pimpinan DPR hanya memfasilitasi apa yang diatur dan sumpah janji anggota DPR. Yang penting tidak usah menghalangi hak anggota lainnya,” katanya.

Mengenai besaran dana aspirasi yang mencapai Rp20 miliar untuk setiap anggota per tahun, Taufik mengatakan bahwa angka itu hanya batasan sehingga setiap anggota DPR bisa mengusulkan program di daerah pemilihannya secara adil. Batasan usulan ada yang bilang di atas Rp20 miliar ada yang di bawah Rp20 miliar, akhirnya secara rata-rata itu usulan sangat normatif untuk kemerataan.

Ketua Panitia Kerja UP2DP Totok Daryanto menyatakan DPR selaku pengusul tidak mempersoalkan atas penolakan dari pemerintah. Pengajuan usulan itu sebagai tindak lanjut dari UU MD3, DPR berhak mengusulkan program pembangunan dari daerah pemilihannya.

Menurut dia, UP2DP adalah kewenangan Presiden Jokowi dalam menolak dan menerima. DPR sudah menindaklanjuti melalui Badan Legislasi serta sudah menyiiapkan mekanisme tentang tata cara pengusulannya. Dia justru merasa heran penolakan yang disuarakan pemerintah terlalu cepat karena semestinya penolakannya jangan sekarang mengingat programnya saja belum tahu namun sudah ditolak.

Baca Juga :  HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Pemerintah jangan hanya melakukan penolakan tanpa melakukan pembahasan terkait UP2DP.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden Joko Widodo menolak UP2DP senilai Rp11,2 triliun per tahun yang diajukan DPR. DPR seharusnya memahami program pembangunan yang dijalankan pemerintah yang bersumber dari visi-misi presiden.

“Kalau pakai konsep dana aspirasi, bisa bertabrakan dengan visi-misi presiden. Bukan soal sulit atau tidak sulit, tetapi kita harus konsisten menjalankan sistem yang ada dan kami minta DPR memahami,” kata Pratikno. Seharusnya DPR memahami fungsi masing-masing institusi, yaitu pemerintah menjalankan fungsi eksekutif dan DPR sebagai institusi legistatif yang menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran.

DPR menunggu sikap pemerintah yang akan disampaikan ke DPR. Taufik Kurniawan mengatakan DPR akan menunggu sikap resmi pemerintah yang akan disampaikan Menteri Keuangan pada rapat Badan Anggaran DPR RI.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan belum ada proposal langsung ke pemerintah terkait dana aspirasi. Akan ada pembahasan lebih lanjut.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meyakini akan ada titik temu soal dana aspirasi antara DPR dengan pemerintah. Pemerintah memerhatikan apa yang menjadi aspirasi DPR dan ia berharap DPR juga memerhatikan serta mendukung apa yang menjadi perencanaan antara DPR dan pemerintah.

Ia memberi contoh sampai saat ini masih banyak pekerjaan rumah, seperti membangun gedung DPD, gedung DPR, dan kini bertambah soal dana aspirasi.

Soal besaran dana aspirasi, kata menteri dari PDI Perjuangan itu, akan dibahas bersama-sama pada saat pembahasan RAPBN tahun 2016.

Tjahjo bahkan mengungkapkan soal dana aspirasi memang sempat disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden Joko Widodo namun sampai sekarang belum dibahas dengan kementerian terkait.

Jadi dana aspirasi baru sebatas aspirasi para wakil rakyat, belum ada keputusan final bersama pemerintah.

(ANTARA)

 

 

Komentari Artikel Ini