Asap Mengundang Empat Pejabat Negara di Pelalawan

Bagikan Artikel Ini:

Asap Mengundang Empat Pejabat Negara di Pelalawan

Opini

Hari ini Selasa Tanggal 13 Agustus 2019. Kabupaten Pelalawan unjuk prestasi. Empat pejabat negara sekaligus datang ke negri ini, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Kepala BNPB Letjen Doni Munardo.

Memang luar biasa prestasi yang diraih negri ini khususnya Kabupaten Pelalawan dan unumnya Riau.

Namun sayang prestasi yang diraih adalah nilai asap. Asap sudah dua Minggu lebih disantap warga. Karhutla semakin luas. Padamkan titik api yang satu muncul pula titik api yang lain.
Bencana ini seakan tak bisa diatasi dan tiada henti oleh kekuatan manusia.

Karhutla tidak hanya menjadi kosumsi harian warga Indonesia tetapi sudah menyebar ke negara tetangga.

Persoalan karhutla bukanlah persoalan memadamkam titik api sebagai sunber asap. Namun lebih dalam lagi persoalan ini sudah parah. Kesalahan yang paling utama adalah pembatatan hutan dan lahan sehingga rawa gambut, sungai dan hutan itu sendiri yang luluhlantah oleh korporasi.

Jadi tak heran hasil audit KPK RI tentang lahan yang dikelola perusahaan nakal yang melebihi 1 juta hektar di negri Lencang Kuning ini yang berakibat patal terhadap kerusakan ekosistem di darrah ini.

Faktanya kita sudah nampak dan jelas sesungguhnya itu benar adanya. Namum sayang tidak ada yang bersuara menyuarakan kebenaran tentang kejahatan lingkungan di depan matanya ini. Semua pada bungkam?

Lihatlah sudah berapa banyak sungai yang dihilangkan oleh oknum perusahaan kelapa sawit di Pelalawan. Kemudian juga sudah berapa luas lahan gambut yang dibabat perusahaan. Lalu siapa yang memperjuangkan dan menyuarakan?

Buka juga mata kita di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Siapa sih yang membabat lahan tersebut.? Dan mengapa pihak terkait membiarkan kawasan itu diserobot terus?

Sepertiya oknum kampus sudah dibelenggu. Berapa banyak oknum rektornya untuk menduduki jabatan penasehat di banyak perusahaan. Kemudian sudah berapa pula dosen yang menjadi publik relation di perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perusahaan yang lain.

Sudah sederetan panjang permaslahan kejahatan lingkungan di Riau ini. Dan anehnya prilaku pejabat di Riau untuk serius menangani itu sampai di mana.

Pendapat peneliti rawa gambut Dr.
Elviriadi mengatakan,” Jadi jangan over acting-lah dengan gejala asap bin Karhutla, deforestasi (penggundulan) itulah akar masalahnya yang sengaja dilupakan orang. Kalau hutan tak gundul, gambut pasti lembab dan takkan terbakar walaupun siram bensin,” kata peneliti rawa gambut ini.

” Llimbah, kabut asap alias ISPA, kriminalisasi penduduk kampung, sampai larangan membakar ladang sekarang ini. Semua itu mungkin sudah menjadi taqdir bagi kami orang Melayu Riau. Nasi telah jadi bubur,” sindir aktivis 98 itu.

Putra Selatpanjang yang tercatat sebagai Anggota Tetap Society of Ethmobiologidi kampus Ohio State University itu menambahkan, kepedihan itu diterima masyarakat Riau dengan pasrah. ” Sejak awal pembangunan kehutanan dan lingkungan di negeri melayu tak permah mengapresiasi penduduk lokal. Tiba – tiba tatanan adat istiadat dan kearifan ekologis Riau berantakan dihantam gelombang industrialisasi perkebunan dan kehutanan yang memangsa anak cucu,” katanya.

Ketua Majelis LH Muhammadiyah itu menyayangkan pemerintah tidak melakukan koreksi fundamental terhadap bencana asap yang terjadi. Dia menjelaskan, upaya mengerahkan TNI/Polri, BNPB, bahkan pendirian Badan Restorasi Gambut (BRG) itu sebuah tindakan eskapistis (pelarian).

” Solusinya, negara tinjau penggunaan lahan/hutan, masak untuk kebun perorangan dikasi jutaan hektar, mana kuat lagi daya dukung lingkungan kalau gitu. Bencanalah yang tiba. Negara harus konfrontir dong hulu masalah, hadapi aja, kok malah muter muter kutak atik aspek hilir nya bikin BRG dan Satgas Karhutla segala macam?. Berarti pelarian dari masalah dan membuang duit rakyat,” tutup dosen yang istiqamah gundul kepala demi hutan Riau dan Ketua Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu.(sbnc/opini).

Komentari Artikel Ini

Exit mobile version