POTENSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN MENURUT UNDANG UNDANG CIPTAKERJA (7)
Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH***
PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PENGELOLAAN POTENSI PERIKANAN
MELALUI pencapaian indikator kinerja utama serta dukungan pelaksanaan kegiatan prioritas, maka dalam hitungan secara kuantitas akan ditemukan parameter yang secara konkret menjadi landasan pembinaan terhdap pengelolaan potensi perikanan. Sehubungan dengan ini bahwa Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Perikanan.
PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.
Dari paparan sebagaimana dipublikasikan dalam Rencana Strategis Dirjen Perikanan Tangkap KKP thn 2020-2024, menunjukkan bahwa Nilai PDB perikanan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2015-2019 tercatat naik 5,47 persen per tahun. Pada tahun 2015, besaran Nilai PDB Perikanan (ADHK) mencapai Rp. 204,02 triliun dan pada tahun 2019 menjadi Rp 252,49 triliun . Sedangkan Nilai PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sejak tahun 2015 menunjukkan peningkatan struktur ekonomi sektor perikanan yang makin kuat dimana pertumbuhannya mencapai 9,8%. Hal ini dapat terlihat dari nilai ADHB Rp. 288,92 triliun pada tahun 2015 naik dengan signifikan dan tumbuh hingga mencapai Rp 419,98 triliun.
Nilai Tukar Nelayan (NTN)
Realisasi NTN tahun 2015-2019 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 1,75% per tahun. Nilai tukar nelayan di tahun 2015 tercatat sebesar 106,14 meningkat cukup tinggi di tahun 2019 menjadi sebesar 113,74. Meningkatnya capaian NTN tersebut sangat dipengaruhi oleh indeks harga yang diterima nelayan (IT) dengan indeks harga yang dibayar nelayan (IB). IT tahun 2015-2019 mengalami kenaikan sebesar 4,36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan nelayan terus meningkat yang antara lain disebabkan peningkatan rata-rata harga ikan karena terjaganya kualitas ikan hasil tangkapan.
Sedangkan IB peningkatannya dibawah peningkatan IT yaitu sebesar 2,57 persen dimana peningkatan terbesar adalah indeks konsumsi rumah tangga sebesar 3,93 persen. Peningkatan NTN dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa nelayan terus mengalami surplus atau meningkat kesejahteraannya, dimana kenaikan pendapatan hasil produksi lebih besar dari kenaikan harga kebutuhannya terhadap tahun dasar (2012).
Pendapatan Rumah Tangga Nelayan (RTP)
Realisasi rata-rata pendapatan RTP tahun 2015-2019 mengalami peningkatan yang cukup pesat yakni meningkat sebesar 16,05 persen per tahun, dimana pada tahun 2015 rata-rata pendapatan RTP tercatat sebesar Rp6,46 juta/bulan menjadi Rp10,67 juta/bulan pada tahun 2019.
Peningkatan rata-rata pendapatan RTP ini ditunjang dengan peningkatan rata-rata pendapatan RTP Laut yang juga meningkat cukup tinggi dari Rp8,76 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp13,66 juta/bulan dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 15,37%. Sedangkan untuk rata-rata pendapatan RTP Perairan Darat meningkat dari Rp2,13 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp3,54 juta/bulan di tahun 2019 dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 13,44% .
Demikian pula untu rata-rata pendapatan RTP, rata-rata pendapatan nelayan juga mengalami peningkatan yang cukup besar pada periode tahun 2015-2019 dengan peningkatan sebesar 20,54% per tahun. Rata-rata pendapatan nelayan tercatat sebesar Rp1,95 juta/bulan di tahun 2015 meningkat menjadi Rp3,85 juta/bulan di tahun 2019. Peningkatan rata-rata pendapatan nelayan ini ditunjang dengan peningkatan rata-rata pendapatan nelayan laut dimana pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp2,17 juta/bulan menjadi Rp4,10 juta/bulan dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 19,91%. Sedangkan untuk rata-rata pendapatan nelayan perairan darat tercatat sebesar Rp1,49 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp2,47 juta/bulan di tahun 2019 dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 13,34%.
Dari Nilai Produksi Perikanan Tangkap, bahwa sedikit berbeda dengan realisasi volume produksi perikanan tangkap, realisasi rata-rata nilai produksi perikanan tangkap tahun 2015-2019 meningkat sebesar 18,47% per tahun. Nilai produksi perikanan tangkap tercatat sebesar Rp120,58 triliun di tahun 2015 meningkat signifikan menjadi Rp.219,72 triliun pada tahun 2019. Nilai produksi perikanan tangkap di laut menyumbang sebagian besar dari capaian nilai produksi secara keseluruhan, dimana pada tahun 2015 nilai produksi perikanan tangkap di laut tercatat sebesar Rp110,05 triliun menjadi Rp202,04 di tahun 2019 dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 19,06%.
Sedangkan untuk nilai produksi perikanan tangkap di perairan darat juga meningkat cukup signifikan dimana pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp10,85 tiriliun dan meningkat menjadi Rp17,68 triliun pada tahun 2019 dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 14,05%. Capaian utama pembangunan perikanan tangkap juga ditopang oleh pelaksanaan beberapa kegiatan prioritas seperti bantuan kapal perikanan, bantuan alat penangkapan ikan, bantuan premi asuransi nelayan, pengembangan kampung nelayan, fasilitasi sertifikasi hak atas tanah (SeHAT) nelayan, pengembangan pelabuhan perikanan, penempatan observer di atas kapal perikanan, serta implementasi logbook penangkapan.
Potensi Pengembangan Perikanan Tangkap dan Masalahnya
Bahwasanya potensi pengembangan perikanan tangkap di Indonesia pada dasarnya mencakup berbagai kekuatan yang terdapat di internal sistem perikanan tangkap maupun berbagai peluang yang dapat diraih untuk mengembangkan sistem perikanan tangkap secara optimal dan berkelanjutan. Beberapa potensi utama yakni, pertama Potensi SDI di perairan laut. Dalam hal ini estimasi potensi SDI di perairan laut mengalami peningkatan dari 9,93 juta ton (2015) menjadi 12,54 juta ton di tahun 2017. Hal dimaksud didukung oleh upaya terkait seperti pemberantasan IUU Fishing, intensifikasi penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, serta upaya-upaya lainnya terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Kedua, Potensi SDI di perairan darat. Dalam kaitan ini pengelolaan perikanan di perairan darat semakin dikembangkan dalam rangka menjaga kelestarian SDI, keberlangsungan sumber mata pencaharian maupun ketahanan pangan masyarakat. Pada beberapa lokasi percontohan telah dibentuk Sekretariat Pengelolaan, pengembangan TPI perairan darat, serta penebaran benih ikan endemik.
Ketiga, Instrumen pengelolaan perikanan berbasis WPP. Dalam kaitan ini juga telah dilakukan langkah-langkah untuk mewujudkan pengelolaan perikanan berbasis WPP, antara lain; tersusunnya Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP), ditetapkannya Lembaga Pengelolaan Perikanan (LPP), serta ditetapkannya mekanisme pengaturan lainnya.
Permasalahan dalam pembangunan perikanan tangkap mencakup berbagai kelemahan yang terdapat di internal sistem perikanan tangkap maupun berbagai ancaman yang berasal dari luar sistem perikanan tangkap di Indonesia. Permasalahan tersebut dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) permasalahan utama, yakni pertama, masalah kapasitas nelayan; Belum optimalnya kemampuan nelayan dalam menerapkan teknologi penangkapan ikan yang produktif dan ramah lingkungan, termasuk masih minimnya pengetahuan tentang cara penanganan ikan yang baik di atas kapal perikanan bagi sebagian nelayan.
Kedua, masalah kesejahteraan nelayan, yakni masih belum optimalnya pemenuhan kebutuhan dasar bagi keluarga nelayan, termasuk salah satunya sebagai akibat masih rendahnya kemampuan nelayan dalam pengelolaan keuangan dalam merespon kerentanan usaha penangkapan ikan.
Ketiga, masalah mindset masyarakat perikanan tangkap; Bagi sebagian nelayan, usaha penangkapan ikan masih terbatas bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan jangka menengah, belum sampai sepenuhnya pada upaya mendukung industrialisasi ataupun menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan.
Keempat, masalah Sarana prasarana usaha penangkapan ikan yang masih jauh dari optimal. Optimalnya pengembangan infrastruktur dan integrasi konektivitas sistem informasi antar pelabuhan perikanan menjadi masalah yang harus segera dicarikan solusinya.
Kelima adalah masih rendahnya produktivitas armada perikanan, termasuk dalam hal pemenuhan kriteria laik tangkap dan laik simpan, tingkat pendataan kapal dan alat penangkapan ikan yang reliable, serta penyerapan teknologi penangkapan ikan yang produktif dan efisien.
Perkembangan Mutakhir
Konektivitas analisis dan pemantauan pemanfaatan usaha; Belum optimalnya konektivitas pemanfaatan usaha khususnya pada skala nelayan kecil, integrasi perizinan usaha antara pusat-daerah, maupun intensifikasi penggunaan sistem IT dalam pelaporan usaha. Mengacu pada perkembangan terkini konsep pengelolaan perikanan, manajemen perikanan tangkap akan diperspektifkan ke dalam 3 aspek utama yakni: Manajemen nelayan; Manajemen sumber daya ikan dan utilisasi keduanya dan masalah manajemen usaha penangkapan ikan.
Dalam kaitannya dengan manajemen Nelayan, maka manajemen nelayan terdiri dari 2 komponen utama pembentuk yakni dukungan terhadap usaha perikanan nelayan serta dukungan terhadap social security nelayan. Dukungan usaha perikanan bertujuan untuk mengakselerasi usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, seperti misalnya perbaikan mindset, peningkatan kapasitas terhadap penggunaan teknologi, serta fasilitasi akses pendanaan. Adapun dukungan terhadap social security bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga nelayan, melalui diversifikasi usaha serta fasilitasi penyaluran jaminan kesehatan, pendidikan, maupun perbaikan lingkungan permukiman nelayan. Manajemen nelayan mencakup berbagai komponen kegiatan pada kegiatan kenelayanan.*** (BERSAMBUNG)
*** Notaris di Kota Sampit, Pemerhati Hukum dan Sosial, Dosen STIH Tambun Bungai Kotawarngin Timur Kalimantan Tengah