Tuntutan Masyarakat Rohil Terhadap Hak Plasma Perusahaan Sawit. Tinjauan Hukum Agraria oleh: Elviriadi

Bagikan Artikel Ini:

Tuntutan Masyarakat Rohil Terhadap Hak Plasma Perusahaan Sawit. Tinjauan Hukum Agraria oleh: Elviriadi

Ramainya tuntuan maayarakat Riau, wabilkhusus kabupaten Rokan Hilir untuk mendapat hak plasma menarik diikuti.

Hal yang demikian adalah wajar mengingat didukung sejumlah peraturan perundangan Negara RI.

Setidaknya dapat penulis kemukakan beberapa rasio leges tuntutan masyarakat Rohil yang bermastautin di sekitar perkebunan kelapa sawit perusahaan.

1. UUD 45 Pasal 33 Ayat 3.
2. UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Agraria.
3. UU no.39 tahun 2014 tentang Perkebunan (Pasal 58 Ayat 1 s/d 4).
4. Permentan no 98 tahun 2013
5. Permen LHK Nomor 180 Tahun 2017 (bagian ketiga).
6. Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria (Pasal 7 Ayat 1 huruf c).
7. Permen ATR/BPN nomor 7 tahun 2017 (Pasal 40 huruf k).
8.UU no.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
9. PP no.26 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Bidang Pertanian.
10. Permentan No.18 tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat sekitar.

Dari beberapa landasan hukum diatas disebutkan bahwa Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk ” menfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20% dari luas tanah yang dimohonkan Hak Guna Usaha dari instansi teknis yang berwenang, bagi pemegang hak berbadan hukum.

Kemudian dalam Pasal 64 disebutkan bahwa “Hak Guna Usaha” dengan luas 250 ha atau lebih, yang telah diberikan sebelum Peraturan Menteri berlaku, dan belum melaksanakan kemitraan (plasma), wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20% dari total luas areal, pada saat perpanjangan jangka waktu / pembaruan hak.

Yang menarik dalam perdebatan antara rakyat Riau yang menuntut versus perusahaan HGU, sering didalihkan bahwa kriteria ketersediaan lahan tak mencukupi.

Selain itu, tanggung jawab moral dari Kepala Dinas Propinsi atau Kabupaten/ Kota yang membidangi perkebunan terasa minim.

Apakah benar lahan HGU Perusahaan di Riau sangat minim? Tidak memadai untuk dicarikan kemitraan dalam bentuk plasma?

Sekedar data ringkas yang dirilis Koperasi Bumi Melayu Berjaya :

1. PT.Gunung Mas Raya berkedudukan di Bagan Sinembah Rohil luas HGU 12.825.77 ha. Keputusan Kepala BPN tanggal 03 oktober 2000 No.46/HGU/BPN/2000.

2. PT.Tunggal Mitra Plantation di Tanah Putih Rohil luas HGU 13.836 ha. Keputusan Kepala BPN 11 juni 1999. No.53/HGU/BPN/1999.

Dari beberapa data diatas, terlihatlah bahwa perusahaan di Riau bukannya kekurangan existing untuk dibagikan kepada petani gurem sekitar

Yang jadi persoalan sebenarnya adalah redistribusi tanah dari pemilik tanah luas ke buruh tani tak bertanah / berkebun masih tak terlaksana.

Tragedi

Cerita yang mewarnai sejarah industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia terutama Riau adalah sejarah tragedi. Mulai dari konflik lahan, pengrusakan lingkungan hidup, konflik dalam skema kemitraan dan penafian plasma. Konflik lahan terjadi dikarenakan perampasan tanah-tanah petani/penduduk lokal seperti di Langgam Pelalawan untuk dijadikan perkebunan sawit oleh perusahaan nasional maupun perusahaan swasta. Demikian halnya konflik lingkungan hidup dimana perusahaan perkebunan sawit secara ilegal menduduki kawasan hutan, membakar hutan dan lahan serta mencemari sungai. Semua itulah yang mengakibatkan masyarakat adat maupun masyarakat sekitar hutan menerima dampak buruknya, belum lagi hak bencana ekologi yang muncul.

Kita memerlukan penguatan kebijakan dalam seluruh proses Reforma Agraria untuk menguatkan posisi tawar petani lokal dalam memperoleh keadilan terhadap akses dan pemenfaatan tanah untuk pemenuhan kebutuhan dasar mereka.

Penulis: Dr Elviriadi,M.Si Pakar Lingkungan Hidup Provinsi Riau 

 

 

Satu pemikiran pada “Tuntutan Masyarakat Rohil Terhadap Hak Plasma Perusahaan Sawit. Tinjauan Hukum Agraria oleh: Elviriadi”

Komentari Artikel Ini