HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Bagikan Artikel Ini:

HOAX: FILTER DULU SEBELUM DI SEBARLUASKAN

Opini

Perubahan globalisasi dari yang sederhana dan konvensional hingga ke hal yang lebih modern, mampu melahirkan kehidupan baru bagi masyarakat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang signifikan merupakan sebuah kultur baru dalam masyarakat teknologi. Perkembangan ilmu pengetahun teknologi informasi dan komunikasi merupakan hal yang menjadi propaganda dalam transformasi masyarakat. Era pra-modernisasi adalah era yang masih hidup dalam keprimitifan. Masyarakat pada zaman dahulu tinggal dalam keprimitifan, kurangnya informasi tentang dunia yang ada di bersebelahan atau bahkan dunia sekitarnya. Informasi merupakan hal yang paling utama yang dapat mewarnai kehidupan manusia. Dalam hal ini tanpa informasi sirkulasi kehidupan masyarakat ini akan kecil dan semuanya tersendat.

Di era pasca-primitf, pesatnya perkembangan media teknologi informasi mampu membawa sebagian konsumen teknologi terlibat dalam ruang teknologi informasi. Pesatnya perkembangan teknologi justru mempengaruhi struktur kehidupan masyarakat. Presiden Jokowi menyebut hal ini sebagai revolusi industri 4.0 revolusi yang dimana perubahan yang fundamental. Keberadaan teknologi informasi justeru mendatangkan epidemi yang mengdisintegarasikan masyarakat seperti hoax. Penyebaran hoax semakin mudah dan berlipat ganda oleh kaum elit. Berbagai peristiwa hoaks menjadi fenomena global. Eksistensi berita bohong atau hoax semakin berseliweran, entah itu melalui media digital maupun media mainstream. Media-media digital seperti facebook, twiteer, Youtube dan aplikasi lainnya yang memudahkan hoax tersebar dangan cepat, telah dan sedang memperkuat keberadaan hoax dalam lingkungan sosial. Hoax dengan dampak yang ditimbulkannya menjadi bola liar yang menggelinding setiap saat ke segala arah serta memunculkan konflik kepentingan secara sosial, politik, agama, dan lain-lain. Orang dewasa, remaja dan anak-anak juga terjerumus dalam doktrinisasi oleh kaum elit atau pelaku penyebaran hoax. Tidak hanya mereka, sebagian mayoritas pengguna teknologi informasi seperti internet memiliki konsep dan nalar berpikir yang sempit tentang apa yang ada ditengah mereka. Sehingga, masyarakat sebagai objek yang terkena oleh pembiasan hoax dari kaum elit atau pelaku yang adalah subjek, terjatuh dalam sebuah ketidakbenaran informasi lalu dengan cepat menyebarkannya kepada penerima kedua tanpa mencaritahu titik kebenaran isu tersebut. Eksistensi disinformasi atau konten hoax yang disebarluas dan bersifat provokatif pun akan menimbulkan kepanikan terhadap publik. Memang sebelum dunia berubah secara fundamental, era pra-modernisasi juga terdapat banyak berita bohong. Tetapi penyebarnnya tidak secepat di era modern yang langsung didapat oleh banyak orang dalam waktu yang sngkat. Artinya, penyebaran hoax zaman dahulu menggunakan mulut dalam setiap tempat, tetapi era pasca primitif dengan mudah menyebarkan hoax dengan media-media yang ada dalam teknologi.

Platform media sosial dan pesan instan menjadi media utama penyebaran hoax. Pelaku membuat konten sedemikian rupa untuk mempengaruhi masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih mudah termakan oleh berita yang belum tentu kebenarannya, dan kemudian menyebarkannya. Yang menjadi prioritas dalam penggunan media-media dalam teknologi adalah daya kognitif dan berpikir kritis agar tidak terbawa dan termakan oleh derasnya arus hoax dalam lingkungan sosial.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai. Hal tersebut menjadi alasan dasar penulis agar setiap orang harus memiliki daya kognitif yang banyak dan berpikir kritis. Agar sebelum di sebarluaskan kepada konsumen B, konsumen A telah memfilter berita-berita yang ada.

Dengan demikian, penyebaran hoax harus di filter dulu sebelum di share ke orang-orang disekitar yang tidak tahu apa-apa. Artinya, bahwa masyarakat yang terjerumus dalam ruang teknologi dan menjadi konsumen A atau pertama dalam menerima dan mendapat sebuah wacana, terlebih dahulu mencari titik kebenarannya sebelum diklaim dan disebarkan ke konsumen B sebagai penerima kedua dari informasi tersebut. Hemat penulis, hal yang harus diperhatikan dalam mencari titik kebenaran dari sebuah wacana ialah misalnya memiliki sikap siap dan selektif dalam menerima judul berita yang provokatif. hoax memang sering menggunakan judul sensasional yang provokatif. Para pengguna media yang mendapatkan sebuah informasi, seharusnya terus mencari referensi berita yang sama di situs lainnya lalu bandingkan. Cerdasnya teknologi menjadi batu sandungan penerima berita untuk mencari kebenaran berita tersebut dengan cepat di sumber berita lainnya sebelum informasinya langsung diklaim dan dinternalisasikan. Mencermati alamat situs dan terus memeriksa fakta dalam menemukan kebenaran informasi merupakan implementasi dari orang yang berkoginitif dan critical thinking. Daya kekritisan dan pengetahuan setiap individu menjadi benteng dalam menahan dan membatasi penyebaran hoax atau berita palsu.

Biodata Singkat Penulis

Nama: Theofano Kaspar Hasmio (Fhano)

Asal sekolah : SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo.

Komentari Artikel Ini